TERASKATA.COM,Banyuwangi– Pameran tentang Bandara Banyuwangi dalam rangkaian Festival Arsitektur Nusantara yang digelar di Gedung Djuang Banyuwangi mengungkapkan satu hal penting. Ternyata, Bandara Banyuwangi menjadi patron pembangunan sejumlah bandara lainnya.
Dengan mengusung konsep green building yang ramah lingkungan serta mempertimbangkan karakteristik lokal, Bandara Banyuwangi telah berhasil menjadi contoh yang diadopsi dalam pembangunan beberapa bandara lain. Misalnya Bandara Mandailing Natal dan Bandara Sibisa Toba di Sumatera Utara, serta Bandara Siboru Fak-Fak di Papua Barat.
“Ini tentu menjadi kebanggaan masyarakat Banyuwangi. Inovasi yang berasal dari daerah ternyata bisa diterima di tingkat nasional dan memberikan inspirasi,” ungkap Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani saat melihat pameran arsitektur yang menampilkan desain-desain bandara di Indonesia yang khas nusantara, Selasa (11/7/2023).
Ipuk menceritakan, Bandara Banyuwangi dengan konsep ini terinspirasi dari Koh Samui Airport di Thailand.
“Saat mendampingi Pak Anas (Bupati Banyuwangi 2010-2021) ke Thailand, kami tertarik dengan desain Koh Samui yang unik. Tidak seperti bandara-bandara lainnya,” ungkap Ipuk.
Atas inspirasi tersebut, lanjut Ipuk, Bupati Anas menggandeng arsitek Andra Matin untuk mewujudkan gagasannya. Selain itu, juga melibatkan sejumlah budayawan guna menggali inspirasi sisi lokalitas apa dari Banyuwangi yang akan ditonjolkan.
“Waktu itu prinsipnya, membangun bandara yang sustainable. Untuk mewujudkan bandara yang berkelanjutan tersebut, tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga mengakomodasi nilai-nilai lokal,” kenang Ipuk.
Dari serangkaian diskusi, akhirnya terwujud lah desain bandara ini. Dengan mengadaptasi bentuk udeng khas Banyuwangi dan aksentuasi rumput hijau di bagian atapnya, membuat bandara tersebut menjadi sangat unik dan khas.
Konsepnya yang ramah lingkungan, menonjolkan lokalitas dan tetap menjaga kehijauan di sekitarnya, membuat bandara ini diganjar Aga Khan Award for Arsitecture pada 2022. Penghargaan bergengsi bertaraf internasional ini, kembali diraih Indonesia setelah terakhir diterima pada 1995 untuk bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
“PR kita sekarang adalah bagaimana menjaga dan mengembangkan Bandara Banyuwangi sebaik-baiknya. Ini tidak sekadar bangunan dengan fungsinya yang tertentu, tapi ini adalah ikon daerah,” tegas Ipuk.
Menurut Andra Matin, arsitek Bandara Banyuwangi, success story di Banyuwangi itu menginspirasi daerah lain untuk mengadaptasi konsep yang sama. “Kami kemudian diminta untuk mendesain bandara dengan konsep serupa,” terang Andra Matin.
Tiga bandara yang sedang proses pembangunan di Sumatera Utara dan Papua Barat, merupakan rancangan Andra Matin. Selain itu, Andra juga menggelar workshop bersama sejumlah arsitek lainnya untuk membangun bandara dengan konsep serupa. Dari hasil workshop itu, dihasilkan 12 rancangan bandara dengan konsep senada.
Di antaranya adalah Bandara Teluk Dalam, Salakanegara, Paloh, Maratua, Kabir-Alor, Pohuwato, Banggai Laut, Sitaro, Reni, Kabare, Dorekar, dan Misool. Tersebar dari ujung barat hingga timur Indonesia. Adapula sejumlah maket bandara yang terinspirasi oleh bandara Banyuwangi.
Tidak sebatas tentang bandara, pameran juga menampilkan profil para peraih Aga Khan Award for Arcithecteru dari masa ke masa. Termasuk beberapa di antaranya yang berasal dari Indonesia. Selain dua bandara, beberapa bangunan di Indonesia juga tercatat pernah meraih penghargaan yang sama. Mulai dari masjid, pesantren hingga komplek perkampungan.( Joko )
Komentar