TERASKATA Com, Madiun – Bhakti Sosial Terpadu (BST) adalah kegiatan sosial unik Pemerintah Kabupaten Madiun yang dilaksanakan di Desa-desa secara bergiliran, periodik. Dalam kegiatan itu terdapat penyaluran bantuan sosial, dapat berupa bantuan fisik maupun non fisik. Selain menyalurkan bantuan, BST juga sebagai sarana silaturahmi langsung Pemkab Madiun beserta jajaran untuk lebih dekat kepada masyarakat Desa.
Sejarah BST….
Kegiatan BST sudah aktif dilaksanakan di Kabupaten Madiun sejak kepemimpinan Bupati Madiun Djunaidi Mahendra, hingga dua periode Bupati Muhtarom sampai dengan muncul kebijakan nasional tentang Dana Desa. Kemudian tradisi BST dilanjutkan oleh Ahmad Damawi Ragil Saputro, sebagai Bupati Madiun saat ini.
Dari Mana Sumber Pembiayaan BST..?
Pembiayaan kegiatan BST meliputi bantuan sosial maupun biaya persiapan dan produksi yang seluruhnya bersumber dari APBD Kabupaten Madiun. Sebagai contoh pembiayaan kegiatan BST yang dibiayai oleh APBD adalah penyediaan terop, kursi, hiburan, konsumsi dan sebagainya. Dengan kata lain, bahwa kegiatan pra dan pasca produksi BST diback up penuh oleh Pemkab Madiun melalui APBD.
Hal ini disebabkan kegiatan BST tidak ada dalam perencanaan kegiatan Desa. Disamping itu, seandainya Desa terlibat dalam pembiayaan BST, maka tidak akan ditemukan numenklatur yang sesuai saat pertanggungjawaban APBDes.
Dengan kata lain, jika Desa terlibat dalam pembiayaan BST, maka pembiayaan akan menumpang pada pos-pos anggaran lain Desa. Sehingga tidak akan ditemukan pengeluaran tersebut dengan judul kegiatan BST di Laporan Pertanggungjawaban Desa.
Mungkinkah Desa Sebagai Tuan Rumah BST Tidak mengeluarkan Biaya?
Berdasarkan testimoni dari Desa yang pernah ditempati kegiatan BST, maka setiap Desa ikut andil dalam pembiayaan pelaksanaan BST. Pengeluaran Desa tidak kecil dan bahkan pelaksanaan BST sebelum tahun 2022 cenderung merugi. Pengeluaran yang menjadi beban keuangan Desa besarnya bervariatif dan tidak sama antara Desa satu dengan lainnya. Adapun pengeluaran Desa terkait kegiatan BST meskipun tidak bisa dipertanggungjawabkan akan tetapi tetap saja harus dilakukan, mengingat sebagai tuan rumah wajib “suguh gupuh”.
Bagaimana Peran Aparat Penegak Hukum…..?
Tidak dapat dipungkiri, bahwa BST selalu menghadirkan undangan dari jajaran Forkopimda lengkap. Bahkan Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang bukan anggota Forkopimda juga sering kita jumpai ada dalam kursi undangan. Sehingga masyarakat yang peduli dengan keselamatan keuangan Desa tidak bisa lagi berharap banyak tentang penegakan hukum dan pandangan rasional mereka terkait potensi dugaan tindak pidana korupsi terkait kegiatan BST.
Padahal sebenarnya peran penegak hukum sangat vital dan terbuka ruang luas dalam rangka upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Sehingga kita dapat bertanya, apa manfaat program kegiatan Sosialisasi Hukum yang dilakukan Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun dan Polres Madiun selama ini? Mengingat, kegiatan Sosialisasi Hukum di desa-desa dilakukan setiap tahun dan tidak gratis alias desa membiayai.
BST Dalam Pandangan Politik…
Dari analisis riwayat jadwal pelaksanaan BST, maka kita bisa melihat bahwa intensitas BST akan cenderung lebih padat dilaksanakan jelang tahun-tahun politik, terutama setahun menjelang kepemimpinan Bupati Madiun berakhir.
Jika motivasi politik kegiatan BST dianggap hanya sebagai bonus dan/atau faktor ketidaksengajaan, maka tetap berpotensi menimbulkan kerugian keuangan Desa. Terlebih pembiayaan politik melibatkan keuangan Desa melalui kegiatan sosial sangat tidak dapat dibenarkan. Hal ini juga bertolak belakang dengan semangat UU No. 6 Th. 2014 Tentang Desa.
Kesimpulan
Banyak cara kreatif yang bisa dilakukan oleh Pemkab Madiun untuk lebih dekat dengan masyarakat Desa tanpa harus membuka peluang kerugian keuangan Desa. Tetapi mengapa konsep BST yang sedemikian tetap dilaksanakan tanpa berusaha merubah konsep kemasan kegiatan yang relatif tidak berpotensi membuka kran korupsi keuangan desa?
Nara sumber : heruKun, Pentas Gugat indonesia (Penulis)
Komentar