Lapas Kelas I Madiun Masifkan Pelatihan Menjahit dan Batik Tulis bagi WBP

TERASKATA.COM,Madiun– Lapas Kelas I Madiun (Lasatma) mengikutsertakan 80 warga binaan pemasyarakatan (WBP) untuk mengikuti pelatihan kerja menjahit di sebuah pabrik konveksi, PT. Amora Makasar.

Kepala Lapas Kelas I Madiun Kadek Anton Budiharta mengatakan sebanyak 80 narapidana yang mengikuti kegiatan menjahit konveksi itu telah lulus asesmen atau proses pengumpulan dan informasi sehingga dapat mengikuti pelatihan dengan panduan ahli di bidang konveksi.

PT Amora sebagai pihak yang konveksi yang digandeng Lasatma memberikan tantangan dalam proses asesmen dengan quality control yang ketat.

Kalau sudah bekerja  memproduksi konveksi  maka ke-80 narapidana  ini nantinya diberikan premi dalam bentuk tabungan dan e-Pas Pay.

Tabungan  ini nantinya diberikan kepada para narapidana  setelah bebas sebagai bekal atau sangu.  e-Pas Pay adalah alat bayar yang berlaku di Lasatma. Sistem  pembayaran ini diberlakukan untuk meminimalisir dan ke depan untuk meniadakan transaksi secara tunai (cash money) di dalam Lapas. Ini juga bagian dari memerangi pungutan liar.

Adapun  ke-80 narapidana  pria yang mengikuti kegiatan kerja menjahit  itu dipilih dari  jumlah keseluruhan narapidana sebanyak 1.200 orang,  (-32 diantaranya  napi perempuan yang penempatan bloknya terpisah). 

Kadek memastikan jumlah narapidana yang mengikuti  kegiatan menjahit akan bertambah.

“Kami sedang menunggu mesin jahit dari pihak ketiga. Rencana akan bertambah sampai dua ratus mesin,” ujar Kadek, Kamis (21/9/2023)

Artinya nanti akan ada sebanyak 120 narapidana yang bergabung ke  ‘pabrik’ konveksi ini. Dan untuk tempat juga masih memungkinkan Bengkel kerja Lapas Kelas I Madiun  menampung 200 mesin jahit.

Seorang  WBP bernama Yanto mengaku senang bisa mengikuti seleksi menjahit tersebut. 

“Saya baru empat bulan. Tapi senang bisa ikut menjahit. Nanti kalau bebas saya akan kembangkan keterampilan ini,” kata Yanto.

Bahkan Yanto menyebutkan waktu mendekam selama 4 tahun di Lapas Malang dia tak mengikuti  kegiatan apapun.

“Di sini diwajibkan  ikut kegiatan. Baru kami bisa menuntut hak kami sebagai warga binaan,” katanya.

Semua WBP Lasatma Wajib Ikut Kegiatan dan Pembinaan

Kadek Anton Budiharta yang belum genap satu tahun menjabat Kalapas Kelas I  Madiun mengatakan memang menerapkan kepada warga binaan  agar memenuhi kewajibannya sebelum mereka  mendapatkan  haknya selama menghuni Lasatma.

Mereka  wajib ikut kegiatan dan pembinaan, setelah itu  baru hak mereka  mulai remisi (pengurangan hukuman), Asimilasi, Pembebasan Bersyarat diberikan. Jadi harus ada nilai plus tak hanya berkelakuan baik,”kata Kadek yang sebelumnya menjabat Kalapas Kelas II A Tangerang.

Kadek menyebut  tak boleh ada narapidana  nganggur. “Tidak boleh ada yang menganggur. Kegiatan kerja banyak,  jadi wajib ikut. 

“Arahan Pak Dirjend Pemasyarakatan adalah transformasi kegiatan Lapas yang transparan sehingga memberikan  nilai positif  yang berdampak luas kepada masyarakat. Maka upaya sinergi dengan pihak ketiga kami lakukan,” kata Kadek.

Kepala Seksi Pembinaan Kerja Pemasyarakatan Lapas Kelas I Madiun Taufiqul Hidayatullah mengatakan karena sifatnya wajib mengikuti  kegiatan,  bagi  napi baru (-masuk Lapas) dan belum lulus asesmen maka diarahkan masuk pesantren.

Pesantren  terhitung  baru diresmikan empat bulan lalu.  Gus Miftah  seorang ustadz  kondang tanah air ketika berkunjung ke Lapas Kelas I A Madiun memberikan  nama  pesantren itu Pesantren Hayatus Salam.

Tak Hanya Menjahit, Lasatma Juga Kenalkan Batik Tulis dalam Program Pembinaan Kemandirian

Menjahit bukan satu-satunya program pembinaan  kemandirian  yang diadakan Lapas Kelas I Madiun. Kegiatan bernilai ekonomi lainnya adalah pembuatan kayu jati  ukir pajangan, bangku taman dari bahan drum bekas, sablon kaos, batik tulis Lasatma, pembuatan tempe dan pembuatan roti diikuti narapidana perempuan.

“Kami sudah pasarkan ke luar Lapas. Produk kami sudah tembus ke pasar luar. Hanya perlu lebih intens untuk mengembangkan pemasaran, terutama e-Commerce,” kata Kadek.

Batik tulis juga menjadi daya tarik bagi para narapidana  di Lapas Kelas I  Madiun. Mereka  pun sudah mulai merancang motif-motif  yang khas Madiun agar dikenal lebih luas. Hanya menurut  Kadek harus dipikirkan  supaya tidak berbenturan dengan ikon  Madiun  yang sudah  lebih dulu popular seperti  pecel Madiun.

“Kami masih rahasianya motifnya,” kata Kadek tertawa.

Adapun motif bunga yang sudah dibuat di atas kain dipasarkan dengan harga terjangkau berkisar  Rp 300 hingga 400 ribu saja.

Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej adalah salah satu  pembeli batik tulis Lasatma buatan warga binaan. Pilihannya adalah batik bercorak bunga dengan paduan warna hitam, merah dengan sentuhan warna kuning.

“Pak Wamenkumham  memakai  batik tulis Lasatma,” tutupnya. (SR)

Komentar