Bukan hanya itu saja, pihaknya menemukan beberapa fakta yang tidak pas, salah satunya yakni ada orang yang tidak kenal tapi mengakui orang lain dirugikan. Selain itu pihaknya juga mempersoalkan tentang prosedur atau proses tata cara yang menurutnya banyak hal yang tidak benar.
“Dari situlah dalam agenda sidang kali ini kami lebih banyak bertanya tentang fakta-fakta yang ada di BAP,” ucap Sumardhan.
“Kenapa kok bisa begini?? Salah satu contoh, yang dijadikan sebagai barang bukti itu 3 fotokopi lembaran yang berbunyi jelek-jelek, yang macam-macam postingan, semestinya keterangan itu kan harus diambil didalam HP atau di laptop sebagai barang bukti. Tapi itu tidak, hanya berupa fotokopi yang sudah dibawa oleh pelapor, dan secara hukum, fotokopi kan bukan alat bukti. Kenapa kok tidak disita saja dari HP orang yang memberikan informasi, karena itu barang bukti dan sesuai pasal 181 KUHP menyebutkan barang bukti wajib ditunjukkan di dalam persidangan.
Itu termasuk menjadi bagian dari persoalan dan banyak hal lainnya yang kami nilai janggal,” tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Mohammad Ababilil Mujaddidyn (Billy Nobile & Associate) yang juga Tim Kuasa Hukum Caroline, juga menambahkan bahwa, menurut SKB antara Menteri Kominfo Kajagung dan Kapolri, UU ITE itu harus spesifik yaitu nama yang sebenarnya.
“Jadi, selama nama yang sebenarnya ini tidak muncul di dalam unggahan, itu tidak bisa disebut sebagai pencemaran.
Dalam kasus ini, identitasnya yang sebenarnya itu bukan yang disebut dalam unggahan. Sampai saat ini pun masih ada unggahannya,” ujar Pria yang akrab disapa dengan nama Billy.
Komentar