Kediri,Teraskata.com – Setiap 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional—hari penuh makna yang menjadi pengingat betapa besar peran santri dalam sejarah perjuangan, pembangunan, dan peradaban negeri ini. Tahun 2025, semangat itu menemukan bentuk barunya dalam sosok Santri yang Sujana—santri yang berilmu, berakhlak, dan berdaya cipta.
“Sujana” bermakna bijak, berpengetahuan, dan arif dalam bertindak. Ia tidak hanya menandai kecerdasan intelektual, tetapi juga kedalaman moral dan keluasan wawasan kebangsaan. Santri yang sujana adalah mereka yang menimba ilmu di pesantren dengan semangat ikhlas lillahi ta‘ala, namun juga membuka diri terhadap perkembangan zaman—memahami teknologi, ekonomi, dan sosial budaya global, tanpa kehilangan akar spiritualnya.
Sejak Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dikumandangkan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, santri telah menjadi benteng pertahanan moral bangsa. Kini, di era digital dan disrupsi teknologi, medan jihad santri bergeser: bukan lagi di medan perang fisik, melainkan di ruang ilmu, ekonomi kreatif, dan perjuangan sosial. Santri dituntut menjadi agen perubahan, yang mengajarkan kejujuran dalam bisnis, adab dalam komunikasi digital, dan keseimbangan antara iman dan ilmu.
Santri yang sujana adalah santri yang berdaya pikir modern namun berhati klasik—memegang nilai-nilai pesantren seperti tawadhu, istiqamah, dan cinta tanah air, sembari terus berinovasi di dunia nyata. Mereka bukan sekadar penjaga tradisi, tetapi juga penggerak transformasi: menjadi peneliti, pengusaha, jurnalis, hingga pemimpin publik yang menebar maslahat.
Maka, pada Hari Santri 2025 ini, marilah kita renungkan kembali pesan abadi pesantren:
“Ilmu tanpa adab akan menyesatkan, adab tanpa ilmu akan tertinggal.”
Mari lahirkan generasi santri yang alim dalam ilmu, sujana dalam akhlak, dan tangguh dalam perjuangan. Santri yang mampu berdiri di tengah arus globalisasi dengan kepala tegak dan hati tunduk kepada Allah.
Dari pesantren untuk peradaban, dari santri untuk Indonesia.N asrun Minallah wa Fathun Qariib
Imam W. Zarkasyi






Komentar